Postingan

Monodrama di Yogyakarta

Gambar
Oleh: Fitri Maryani P ernah kita berjanji untuk mengunjungi Yogya berdua. Kau bilang ,"Nanti kita naik Mira saja dari terminal Kertonegoro. Sampai Yogya kita berhenti di Prambanan untuk menghabiskan hari. Lalu ke Kraton Ratu Boko, melihat senja dari ketinggian. Setelah terang benar-benar menghilang kita turun, lanjutkan ke Malioboro dengan transjogja. Di sana nanti kita berjalan bergandengan tangan sepanjang jalan yang paling jadi primadona itu menikmati malam. Jika lelah, kita makan saja di angkringan pinggir jalan sambil dihibur seniman jalanan Yogya yang unik dan kreatif. Esok hari, ketika matahari kembali menyapa, kita berkeliling naik becak berdua. Atau kau mau jalan kaki saja, terserah, supaya kita bisa berlama-lama menautkan jemari. Ke Benteng Vredeberg lalu ke Taman Sari. Kemudian ke Alun-alun Kidul, berjalan melewati beringin kembar yang berumur ratusan tahun dengan mata ditutup, saling meminta kita adalah jodoh satu sama lain. Berharap langkah kita akan luru

Cikaso dan Kisah Kelana Pertama

Gambar
Oleh: Fitri Maryani Pagi ini surya meretak di jalanan asing Sinarnya pecah terserak ke segala liang Membisikkan kabar jika esok dari kemarin telah datang Kepada para pengejar mimpi, kepada para pengelana Bagi sebagian orang pagi hanyalah pagi Sejenak waktu sebelum siang menjelang Sejenak masa sesudah malam tenggelam Namun bagi sebagian lainnya, pagi adalah harapan Sebab di sana, semoga semoga baru dirapalkan Meski terkadang sisa hari berlalu sama seperti kemarin Namun pagi, ia selalu menjadi esok yang setia dinantikan Bagi semua orang bagaimanapun rupanya saat datang Entah cerah ataupun mendung, entah sumringah ataupun murung P agi ini, langkahku masih tertambat di Cikaso. Semua inderaku masih menikmati segala yang diberikan Sukabumi. Paduan kicau burung serta gemrisik lembar dedaunan saling bersentuhan, adalah sederet nada yang membentuk nyanyian suka cita. Aroma kopi panas dari warung tepi jalan lengkapi romantisnya pagi ini. Tapi sayang, ak

Teruslah Mengalir, Srambang!

Gambar
Oleh: Fitri Maryani H ari ini adalah hari pertamaku kembali menyaksikan surya meretak di tanah kelahiran. Genap sudah selusin purnama aku melewatkan pagi di tanah lain. Pagi yang tak pernah sama seperti disini. Sebab di tanah lain itu tidak ada cerita tentang surya meretak dibalik hamparan sawah. Atau surya yang merangkak dari balik punggung gagah sebuah gunung. Di tanah lain itu, pagi adalah hiruk pikuk. Sedang di tanah kelahiranku, narasi pagi ialah masih tentang syair burung-burung. Masih tentang selimut dingin bagi raga-raga yang tidak tergesa. Juga tentang anak-anak sekolah yang masih mengayuh pedal sepeda berderet beriringan di jalan raya. Cerita pagi seperti ini adalah secuil candu yang selalu membuat ketagihan untuk pulang pada kampung halaman.  Sisa hari ini, aku menjenguk Srambang sekali lagi. Setiap kali aku kembali ke kampung halaman, aku pasti sempatkan diri untuk mengunjungi Srambang. Ada ikatan istimewa terjalin diantara kami berdua. Srambang, bagiku ia bu